AI dan Ilusi Keamanan Negara
Jean Baudrillard (1981) dalam Simulacra and Simulation menulis bahwa modernitas menciptakan “ilusi realitas” melalui teknologi, atau sesuatu yang tampak nyata tetapi semu.
Paradoks yang sama kini melanda dunia intelijen. Lembaga pertahanan merasa lebih efisien dengan bantuan AI, padahal tanpa disadari mereka justru membuka pintu bagi penyusupan algoritmik yang tidak bisa dideteksi secara manual.
Penelitian Luo, Y. (2021) dalam Journal of international business studies menunjukkan bahwa banyak lembaga pemerintahan di negara berkembang belum memiliki sistem keamanan data domestik yang setara dengan kemampuan perusahaan teknologi global.
Baca Juga:Pewaris dan Perintis dalam Sudut Pandang Psikologi Islam, Beda TantangannyaDulu Patrick Kluivert Jadi Anak Buahnya, Kini Louis van Gaal yang Turun Gunung Latih Indonesia?
Dengan kata lain, aparat negara beroperasi di medan digital yang tidak mereka kuasai.
Kita tidak lagi berhadapan dengan agen rahasia manusia, tetapi dengan mata-mata algoritmik, yaitu entitas nonmanusia yang terus belajar dari perilaku pengguna, tidak mengenal batas negara, dan memiliki kapasitas pengawasan total.
Abdi Negara dan Tantangan Etika Digital
Bagi abdi negara, persoalan ini bukan semata-mata teknis, tetapi etis dan ideologis. Loyalitas pada bangsa kini diuji dalam ruang digital yang dimiliki oleh korporasi global.
Foucault, M. (2012) dalam Discipline and Punish mengajarkan tentang panoptikon, yaitu sistem pengawasan permanen yang membuat individu selalu sadar dirinya diawasi.
Kini, panoptikon digital telah berubah arah, bahwa bukan negara yang mengawasi rakyat, tetapi korporasi yang mengawasi negara.
Aparat negara, akademisi, dan bahkan lembaga riset pertahanan bekerja di bawah pengawasan tak kasatmata milik perusahaan AI global.
Setiap tindakan digital menulis laporan, membuat analisis, atau berkomunikasi yang berpotensi terekam dalam sistem mereka. Di sinilah tantangan etika digital itu muncul, bagaimana menjaga kedaulatan sambil tetap memanfaatkan teknologi?
Baca Juga:Louis van Gaal Latih Indonesia? Senin Ini akan Sampaikan Berita BesarViral! Cara Edit Foto Ala Selebgram yang Bikin Feed Instagram Jadi Estetik
Reorientasi strategis
Paradoks intelijen di era kecerdasan buatan menuntut reorientasi total dalam cara negara memahami dan melindungi kedaulatannya di ruang digital. Sudah tidak cukup lagi mengandalkan jargon efisiensi dan modernisasi teknologi, yang dibutuhkan kini adalah keberanian untuk menegakkan kembali prinsip dasar kedaulatan data.
Negara harus menempatkan keamanan digital bukan sebagai proyek teknis, melainkan sebagai strategi pertahanan ideologis dan geopolitik.