Abdi Negara vs Algoritma dan Perang Kedaulatan di Era AI

perang kedaulatan di era ai
Perang kedaulatan di era AI hadir dalam dimensi yang berbeda. Foto: AI Generated - tangkapan layar - mimbarjumat.com
0 Komentar

MIMBARJUMAT.COM – Dalam logika klasik negara modern, intelijen adalah benteng terakhir kedaulatan. Ia berfungsi menjaga rahasia negara, membaca ancaman, dan melindungi integritas bangsa dari infiltrasi asing.

Namun, paradoks besar muncul di era kecerdasan buatan (AI), bahwa teknologi yang diciptakan untuk memperkuat sistem pertahanan justru menjadi lubang kebocoran paling strategis.

Kini, ancaman terhadap kedaulatan negara tidak lagi datang dari invasi militer atau spionase manusia, melainkan dari penetrasi algoritmik, yaitu sistem kecerdasan buatan yang beroperasi di balik arsitektur data global.

Baca Juga:Pewaris dan Perintis dalam Sudut Pandang Psikologi Islam, Beda TantangannyaDulu Patrick Kluivert Jadi Anak Buahnya, Kini Louis van Gaal yang Turun Gunung Latih Indonesia?

Para abdi negara, akademisi strategis, dan bahkan aparat pertahanan tanpa sadar menjadi bagian dari aliran data transnasional yang perlahan membocorkan rahasia sendiri.

Kedaulatan yang Tergerus di Ruang Siber

Sassen, S. (1999) dalam Digital networks and power menegaskan bahwa kekuasaan di era digital telah berpindah dari teritori menuju jaringan (networks of power).

Negara yang tidak menguasai jaringan informasi akan kehilangan kendali terhadap datanya sendiri. Ketergantungan lembaga negara terhadap platform berbasis AI global seperti ChatGPT, Google Gemini, Palantir, atau Copilot bukan sekadar urusan efisiensi, tetapi menyangkut kedaulatan epistemik, yaitu siapa yang sesungguhnya mengendalikan pengetahuan dan memori digital bangsa?

Garcia, C. E. F., Gamboa, S. G., & Castillo, P. G. (2025) dalam artikel penelitianya yang berjudul Digital Imperialism: Neurosymbolic Artificial Intelligence, International Security, Information Flows, and Social Media in the Twenty-First Century menyebut fenomena ini sebagai imperialisme digital.

Negara-negara berkembang tidak hanya menjadi pengguna, melainkan juga penyumbang data mentah yang memperkuat algoritma milik negara adidaya. Rahasia, strategi, dan pola kebijakan dalam negeri perlahan terserap ke dalam black box data global yang dioperasikan oleh korporasi berbasis di Amerika Serikat, Israel, atau Tiongkok.

Peta Pengolahan Data AI

Untuk memahami betapa besar ancaman yang ditimbulkan oleh kecerdasan buatan terhadap keamanan nasional, kita perlu menelusuri perjalanan satu potong data, misalnya laporan rahasia atau catatan strategis.

Sejak diketik oleh seorang abdi negara hingga akhirnya tersimpan di pusat data lintas benua. Proses ini tampak sederhana, tetapi sesungguhnya merupakan rantai panjang yang menembus batas kedaulatan digital negara.

0 Komentar