Jembatan Strategis atau Target Pengaruh? Barat, Brics dan Posisi Prabowo

pujian donald trump kepada prabowo subianto
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump melayangkan pujian kepada Presiden RI, Prabowo Subianto. Foto: Presiden Republik Indonesia/Ig - mimbarjumat.com
0 Komentar

Ketiga, legitimasi politik. Prabowo mendapatkan pengakuan internasional, bahwa sesuatu yang memperkuat posisi domestiknya. Sementara Barat mendapatkan figur yang bisa memediasi isu global seperti Palestina-Israel, tanpa harus berhadapan langsung dengan sentimen anti-Barat.

Bukan Perekrutan, tapi Penjajakan Pengaruh?

Melihat data terbuka dan pola pernyataan publik, belum ada bukti kuat bahwa NATO atau Barat menjalankan operasi sistematis untuk “menarik Prabowo ke dalam BRICS”. Justru, yang terlihat adalah usaha menjaga saluran komunikasi dan pengaruh di tengah pergeseran geopolitik multipolar.

Menurut laporan Bloomberg pada 7 Januari 2025, Indonesia sudah menjadi anggota penuh BRICS dengan komitmen menjaga keseimbangan global, bukan perlawanan terhadap Barat. Kita bisa menyebut bahwa Prabowo memainkan strategi nonblok versi abad ke-21, yaitu realistis, oportunis, dan berbasis perdamaian.

Baca Juga:Boikot Trans7 karena Apa? Ponpes Al Mizan Jatiwangi Sebut Soal MarwahPatrick Kluivert Minta Maaf, Tak Ada Kata-kata Mau Mundur

Kemungkinan terbesar bukanlah kooptasi langsung, melainkan “soft influence operation”, yang merupapakan upaya halus membangun hubungan personal, ekonomi, dan diplomatik agar kebijakan Indonesia tetap terbuka terhadap kepentingan Barat.

Apa yang Harus Diamati Selanjutnya?

Untuk menilai arah pengaruh yang mungkin diarahkan kepada Presiden Prabowo, analis terbuka perlu memantau serangkaian indikator yang saling terkait dalam dinamika diplomasi dan geopolitik.

Pertama, frekuensi dan intensitas pertemuan bilateral Prabowo dengan tokoh-tokoh Barat menjadi parameter penting, bahwa interaksi yang lebih sering atau lebih mendalam, di luar forum multilateral formal, bisa mengindikasikan upaya membangun kedekatan strategis.

Selain itu, pengumuman investasi besar oleh perusahaan yang memiliki afiliasi politik dengan pihak Barat, terutama di sektor-sektor strategis seperti energi, pertahanan, atau infrastruktur, dapat menjadi sinyal nyata adanya insentif ekonomi yang menyertai pendekatan diplomatik.

Selanjutnya, penandatanganan kerja sama militer, pertahanan siber, atau pertukaran intelijen juga menjadi indikator signifikan, karena hal ini tidak hanya memperkuat hubungan bilateral tetapi juga membuka kemungkinan pengaruh dalam bidang keamanan yang sensitif.

Paralel dengan itu, sinkronisasi narasi media, baik di Barat maupun di Indonesia, yang menonjolkan Prabowo sebagai figur sentral atau “penentu masa depan BRICS”, harus diamati secara seksama, karena pola liputan yang terkoordinasi bisa mencerminkan strategi soft influence.

0 Komentar