Purbaya Yudhi Sadewa dan Dialektika Baru Politik Ekonomi Indonesia

purbaya yudhi sadewa
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: LPS - mimbarjumat.com
0 Komentar

Di masa itu pula, ia dikenal dekat dengan Luhut Binsar Pandjaitan, tokoh sentral dalam orkestrasi kebijakan ekonomi lintas sektor.

Banyak pengamat meyakini bahwa kepercayaan Jokowi dan dukungan Luhut memainkan peran dalam mengantarkan Purbaya ke panggung kabinet baru.

Bahkan, tidak sedikit yang membaca kehadiran Purbaya sebagai “jembatan kesinambungan” antara dua rezim yaitu dari teknokrasi Jokowi ke populisme Prabowo.

Baca Juga:IKA Smanpasa Gelar Campus Fair, Ini TujuannyaDebat Panjang Messi Versus Ronaldo, Sukses Bersama Apa Salahnya?

Sebuah transisi kekuasaan yang lembut atau mungkin, strategi politik yang cermat agar mesin ekonomi nasional tetap stabil di tengah perubahan politik besar.

Sehingga Purbaya bukan sekadar Menteri Keuangan. Ia adalah simbol dari kesinambungan bahwa ia representasi kepentingan teknokratik yang telah menstruktur kebijakan ekonomi sejak era Jokowi, kini bernegosiasi dengan populisme baru Prabowo.

Potret Politik Fiskal di Era Baru

Krisis kecil yang muncul dari “aksi 18 gubernur” sesungguhnya membuka perdebatan besar, bahwa siapa yang berdaulat atas uang negara

Selama dua dekade terakhir, transfer ke daerah menjadi instrumen utama pemerataan fiskal dan simbol otonomi daerah. Namun, banyak studi menunjukkan belanja daerah kerap tak efisien, bahkan tidak produktif.

Purbaya membaca kenyataan itu dengan tajam, bahwa negara tidak bisa terus “menyiram uang” ke daerah tanpa perbaikan tata kelola. Ia tahu, membenahi struktur fiskal daerah sama pentingnya dengan menekan inflasi. Tapi langkah ini tak lepas dari risiko politik.

Ketika teknokrasi menabrak kepentingan elektoral, perlawanan pasti muncul. Kepala daerah yang sebagian besar memiliki ambisi politik nasional tentu tak ingin dipotong sumber dayanya.

Maka pertemuan panas di kantor Kementerian Keuangan itu bukan sekadar urusan APBN, melainkan pertarungan simbolik antara pusat dan daerah, antara efisiensi dan patronase politik.

Baca Juga:Tren Edit Foto di Lift dengan Jas Pakai Gemini AIUlasan Jalur Menuju Terasering Panyaweuyan, Simak Dulu sebelum Berkunjung

Respons Purbaya yang dingin namun tegas menunjukkan satu hal: ia siap menanggung biaya politik dari kebijakan rasional. Dalam konteks pemerintahan Prabowo yang cenderung populis, keberanian semacam ini menjadi penting sekaligus berisiko.

Teknokrasi, Populisme, dan Risiko Friksi

Kombinasi Prabowo–Purbaya adalah eksperimen politik ekonomi yang menarik. Di satu sisi, Prabowo mengusung legitimasi moral dari basis rakyat yaitu ide besar yang menyentuh sisi emosional publik. Di sisi lain, Purbaya membawa disiplin teknokratik yang berbasis data, efisiensi, dan kehati-hatian fiskal.

0 Komentar