Purbaya Yudhi Sadewa dan Dialektika Baru Politik Ekonomi Indonesia

purbaya yudhi sadewa
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Foto: LPS - mimbarjumat.com
0 Komentar

MIMBARJUMAT.COM – Fenomena menarik sedang terjadi di awal masa pemerintahan baru menuju 2029. Nama Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan yang baru beberapa bulan menjabat, mendadak mencuri sorotan publik.

Dari kebijakan yang mengguncang pasar hingga gaya komunikasinya yang blak-blakan, Purbaya tampak menampilkan wajah teknokrat yang tak biasa yaitu keras pada angka, tapi santai di depan kamera.

Namun yang lebih menarik, kiprah Purbaya kini dipandang sebagai ujian bagi arah politik ekonomi nasional, bahwa apakah Indonesia benar-benar memasuki era “penyeimbangan baru” antara populisme politik dan rasionalitas teknokratis?

Baca Juga:IKA Smanpasa Gelar Campus Fair, Ini TujuannyaDebat Panjang Messi Versus Ronaldo, Sukses Bersama Apa Salahnya?

Sebab di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto dikenal sebagai figur dengan orientasi populis-sosialis, dengan gagasan besar seperti makan bergizi gratis, subsidi pangan, dan penguatan kedaulatan ekonomi rakyat.

Kombinasi ini melahirkan satu pertanyaan strategis, bahwa apakah duet Prabowo–Purbaya adalah bentuk keseimbangan antara ideologi “kiri” dan “kanan” dalam tata ekonomi Indonesia modern?

Purbaya dengan Tekanan Fiskal merepresentasikan Ketegasan Gaya Baru

Purbaya muncul bukan sebagai birokrat konvensional, tetapi sebagai teknokrat yang berani menantang status quo. Ia menegur bank yang dianggap “malas menyalurkan kredit”, menggeser triliunan dana negara dari rekening pasif, dan menuntut efisiensi dari lembaga pemerintah.

Dalam istilah ekonomi politik, Purbaya sedang memainkan peran “disciplinarian technocrat”, yaitu penjaga disiplin fiskal yang menganggap stabilitas makro sebagai moralitas publik.

Kebijakan efisiensi yang ia dorong kerap berujung kontroversi. Purbaya tahu, fiskal adalah panggung politik yang sebenarnya. Setiap pemangkasan, setiap transfer yang ditunda, selalu berarti gesekan antara pusat dan daerah, antara teknokrat dan politisi.

Hal itu terbukti ketika dalam pekan terakhir, belasan gubernur dari berbagai provinsi yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi kantornya di Jakarta.

Aksi yang oleh media disebut “18 Gubernur Geruduk Menkeu” menjadi simbol ketegangan lama bahwa perebutan kontrol atas uang negara antara pusat dan daerah.

Baca Juga:Tren Edit Foto di Lift dengan Jas Pakai Gemini AIUlasan Jalur Menuju Terasering Panyaweuyan, Simak Dulu sebelum Berkunjung

Para gubernur memprotes rencana pemotongan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2026, yang mereka nilai akan menjerat fiskal daerah dan menghambat pembangunan.

0 Komentar